Berbeda Adalah Sebuah Keniscayaan
Kalamhidup.com – Bicara toleransi kita bicara juga tentang berbeda. Berbeda adalah sebuah keniscayaan. Apalagi, kita tinggal di negara dengan beragam etnis, budaya, dan agama, tentu perbedaan itu adalah hal yang sangat biasa. Namun, akhir-akhir ini, “hal yang sangat biasa itu” sepertinya ditidakbiasakan. Lihat saja, misalnya di media sosial, TV, internet, atau media massa, berita tentang intoleransi, persekusi, atau penggiringan opini bahwa “kamu bukan bagian dari saya jika kamu berbeda” kerap kali ditunjukkan.
Intoleransi Itu Ada dan Nyata
Intoleransi pada kenyataaannya memang ada dan terjadi. Pertanyaannya, apakah fenomena intoleransi itu muncul karena pengaruh polarisasai politik yang tidak sehat, kurangnya pemahaman tentang kebinekaan, kesalahan dalam pendidikan, fanatisme beragama yang berlebihan, atau karena apa?
Setidaknya, sudah banyak ahli yang membahas hal itu. Banyak juga LSM yang prihatin dan bergerak untuk membuka tabir atas permasalahan tersebut. Di era demokrasi ini warganet pun berani bersuara untuk menentang hal itu. Bahkan, pemerintah sendiri menguatkan Pendidikan Pancasila dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Tujuannya sama: menjadikan Indonesia ini sebagai rumah bagi seluruh warganya.
Menanamkan Nilai Toleransi Sejak Usia Dini
Memang tidak mudah untuk mewujudkan pemahaman bahwa berbeda itu biasa atau toleransi itu penting. Pemahaman bahwa “tetap beriman dan bisa tetap berbineka” masih belum seutuhnya dapat dipahami. Ekslusifisme atau sektarianisme pun masih tetap ada.
Oleh sebab itu, sebagai bagian dari warga Indonesia, agar masa depan bangsa ini dengan segala keindahan dan kepelbagaiannya terus lestrari, toleransi dan pemahaman akan kebinekaan itu perlu ditanamkan sejak usia dini. Dalam hal itu, orang tua berperan sangat penting. Artinya, sejak usia dini anak perlu diberi asupan gizi yang sehat tentang penghormatan dan penerimaan atas keberberdaan dari orang tuanya.
Memberikan Bacaan yang Baik kepada Anak
Salah satu upaya untuk mempersiapkan generasi muda yang lebih baik itu adalah melalui pemberian buku atau bacaan yang baik juga. Misalnya, sambil mendampingi anak belajar membaca, orang tua bisa membacakan buku Masihkah Kamu Menyukaiku? Karya Om Eric kepada anak-anak. Mungkin juga orang tua menghadiakan e-book yang berjudul Hai, Namaku Sisya dari Penerbit Kalam Hidup untuk dibaca oleh mereka melalui gadget. Kedua buku ini banyak memberikan nilai-nilai penerimaan akan perbedaan dan persahabatan. Dengan demikian, sejak kecil mereka bisa belajar menghargai dan merima perbedaan sebagai sesuatu yang normal, biasa, dan bukan sesuatu yang salah atau keliru.
Sebagai bahan pengayaan pengetahuan, orang tua juga bisa membaca buku Hidup Berdamai dalam Keberbedaan. Tulisan yang sangat menarik dari Elia Tambunan.
Tjev Adiparta Sairoen
Keyword: toleransi, usia dini intoleransi, berbeda, membaca, bacaan, buku